Minggu, 09 Maret 2008

JANGAN MAU JADI ORANG PINTAR, (bukan sebuah anjuran.)

Sebenernya tulisan ini udah lama buanget ada di komputer saia, baru kemaren ketemu and pengen sekalian di posting aja. Seseorang pernah ngomong ma saia, yang intinya saia ini adalah plagiat, suka niru-niru, tapi jujur ne ya terserah ente percaya ato ga.. banyak inspirasi datang dari luar diri saia, ya seperti tulisan ini yang saia tulis setelah saia baca tulisan om Ahmad Syafii Maarif : Nasib Profesor di Indonesia.

Ketika masih berumur anak-anak, saia ditanya oleh orang-orang dewasa disekitar lingkungan saia “Besok gede mau jadi apa?” dan tentu saja dengan penuh semangat, optimisme dan khayalan tingkat tinggi saia menjawab “Jadi orang pintar biar bisa buat emak senang.” , dan jawaban-jawaban seperti itu masih sering kita dengar –karena kita juga tahu bahwa itu merupakan cita-cita yang mulia-. Akan tetapi setelah saia beranjak dewasa, dan melihat beberapa fenomena “tragis” dari orang-orang pintar yang terekspose –meski teramat sangat sedikit- saia seakan-akan ingin mengulang masa kecil saia, memutar waktu dan apabila ada yang bertanya soal cita-cita, saia akan merubah jawaban saia menjadi “Saia ingin menjadi Orang yang Goblok tapi punya bakat untuk Minteri.”, sebuah cita-cita yang lumayan “realistis” meski tidak semulia cita-cita saia yang pertama. Tapi yang pasti akan tetap membuat emak senang .

Menjadi orang pintar tidak hanya akan membuat kita tertekan – baik spirituil maupun materiil – tahap menjadi orang pintar pun akan terasa berat (baca: susah ngokosi) untuk ukuran orang Indonesia saat ini, bagaimana tidak? untuk sebuah ijazah SD yang notabene “tidak laku” lagi mengantar kita menjadi “orang” (karena minimal SMP itupun ga ada jaminan, Cuma sekedar lebih “fasih” baca tulisnya) kita harus lebih banyak berkutat dengan pendidikan yang terbisniskan daripada mengeyam pendidikan yang bener-benar bisa mendidik kita menjadi orang pintar. Berkutat dengan buku-buku baru –kebanyakan covernya saja, isi relatif sama- dengan harga yang baru –cenderung lebih mahal- juga. Itu untuk setingkat SD, bagaimana dengan SMP, SMU, atau PT?. tidak usah ditebak! Karena kita sendiri sudah tau betapa pendidikan di komersiilkan, pendidikan menjadi sebuah ladang bisnis yang menggiurkan, ladang basah bagi sebuah kepentingan materiil sedikit golongan.

Jadi, saia rasa sangat tepat cita-cita kedua saia tadi “Menjadi orang Goblok tapi punya bakat untuk Minteri”. Mengapa? Pertama tujuan awal saia untuk menyenangkan emak saia sudah terwujud dengan tidak terlalu NGEREPOTI emak saia dengan bisnis tingkat tinggi yang terjadi di sekolahan. Kedua apalah gunanya jadi orang pinter? Contoh riilnya: Seorang profesor yang sudah berdinas sekitar 40 tahun, dihitung sejak pertama kali mengajar di perguruan tinggi, menerima gaji kurang lebih Rp 2,7 juta per bulan, atau lebih sedikit tergantung kepada ukuran keluarga yang masih berada di bawah tanggungannya. Sekiranya sang profesor masih punya tanggungan anak yang kuliah satu atau dua orang, Anda bisa membayangkan betapa sulit baginya untuk mengatur bujet rumah tangga. Atau, bahkan tanpa berutang, dapur bisa berhenti berasap, karena pendapatan setiap bulan benar-benar berada dalam sistem ''menghina''.

Bandingkan dengan seorang anggota DPRD di daerah yang punya PAD (Penghasilan Asli Daerah) tinggi, yang menerima gaji sekitar Rp 40 juta per bulan. Tidak peduli apakah anggota ini punya ijazah asli atau palsu yang belum ketahuan, pendapatannya sama.
Untuk menandingi perdapatan per bulan anggota DPRD yang “terhormat” ini, seorang profesor harus bekerja sekitar 15 bulan, baru imbang. Inilah panorama kesenjangan yang amat buruk yang berlaku sampai sekarang. Jangankan dengan wakil rakyat dengan PAD tinggi, di daerah minus sekalipun, dengan pendapatan sekitar Rp 5 juta per bulan, seorang profesor botak tidak bisa menandingi.

Memang, ada sejumlah kecil profesor atau doktor yang punya penghasilan tambahan yang cukup tinggi sebagai konsultan, dosen di luar negeri, merangkap jadi anggota DPR, komisaris atau penasihat bank, ikut proyek, atau mengajar di beberapa tempat, dan lain-lain. Tetapi, standar gaji mereka, ya seperti tersebut di atas itu. SUSAH DEH JADI ORANG PINTAR.
Kongkritkan? Riil dan sangat ILMIAH –kalau boleh minjam istilah teman-teman di Republik BBM- jadi skali lagi tidak ada gunanya jadi orang pintar, Goblok pun kita bisa makan, bisa menghidupi istri, bisa buat anak dan sebaginya. Bahkan bila boleh kita juga bisa menjadi orang yang kaya tanpa harus menjadi pintar tentu. Asalkan kita punya bakat untuk MINTERI, punya bakat SOK PINTAR, dan tetap berupaya menjadi PALING PINTAR dari orang-orang goblok golongan kita.

Pernah seorang teman berkata pada saia “Ga isin ta, pean ngomong ngono?” (ga malu kamu ngomong kaya’ gitu?) dan saia jawab bahwa sudah tidak relevan lagi kata malu diungkapkan di Negara republik tercinta INDONESIA karena memang seperti itulah Negara kita, sebuah Negara tanpa “KEMALUAN” tanpa etika sopan santun tutur tindak tanduk dan tanpa ada penghargaan dan pemgayoman akan sebuah pemikiran OTAK dan ETIKA.
Jadi bila sampeyan masih merasa kalau PINTAR itu penting, pintar itu perlu dan pintar itu dibutuhkan marilah bersama saia yang masi goblok ini – tapi tetap peduli dengan nasib bangsa – bersama-sama menjadi salah satu putra terbaik bangsa Indonesia tercinta –bedanya anda pinter dan saia goblok- membangun INDONESIA dengan dasar pemikiran yang berbeda dan satu tujuan INDONESIA punya rasa malu –lagi- serta TIDAKlebih DIPERMALUKAN oleh dunia.

Tidak ada komentar: